Bullies cause depression.
Depression causes suicide.
Are you a murderer?

Bunda, aku sedih sekali. 
Mereka terus membully-ku…
Sebetulnya apa salahku?
Aku seorang looser... –
Belum lama ini seseorang curhat dgn kondisi sangat sedih dan tertekan. Bahkan bisa dibilang sudah masuk fase depresi. Dia mulai sering berbicara pada sosok dirinya yg lain. Emosional dan mood swing.
Dia dulu gadis muda yg sangat aktif, ceria dan berprestasi. Pada usia muda diterima bekerja di sebuah perusahaan besar dengan gaji bagus untuk pemula.

Keluarga dan teman-temannya bangga padanya.

Lalu hanya karna sifatnya yang suka menolong dan “terlalu baik”, seorang senior mulai menekannya. Menuduhnya munafik, sok baik dan cari muka. Tudingan, sindiran, kecaman yg bergulir seperti bola api menyeret hampir semua orang di sekitarnya untuk ikut serta membully dia. Dari masalah pekerjaan, sosial smp mengarah ke rasis.

Kenapa?

Karena gadis itu selalu diam. Tidak pernah melawan. Hanya bisa menangis diam-diam. Ingin keluar kerja tapi terikat kontrak yang mewajibkannya membayar denda ratusan juta bila keluar. Sementara dia hanyalah gadis yatim yang merantau ingin membahagiakan ibunya.

Terjebak pada sikon seperti itu, pilihan apa yang bisa dia lakukan?

Dan tahukah kamu bahwa ternyata alasan pembullyan itu hanya karna didasari iri terkait fisik dan prestasi lalu cemburu urusan cinta?

Whoever is trying to bring you down is already below you… –
Aku pernah berada di posisi gadis itu. Bertahan dengan keras kepala dan keras hati selama 20 thn untuk anakku. Lalu sampe pada satu titik nadir, bahwa ikhlas itu bukan hanya diam pasrah tapi juga melepaskan…. Aku lepaskan masa depan terjamin, tunjangan dan kemapanan untuk suatu kebebasan menerima dan mencintai diriku sendiri apa adanya….
Dan meyakinkan diriku bahwa “I’m not looser.” –
Pernahkah kalian perduli pada gadis seperti itu di lingkungan kalian?
Atau kalian hanya diam saja dan bahkan turut membully supaya tidak terbully?